- Selamat Datang di Situs Blog SMANSA Community Nunukan - Media Komunikasi Informasi Alumni dan Pelajar SMA Negeri 1 Nunukan Kalimantan Timur

Minggu, 26 April 2009

''Maksimalkan 20 Persen Anggaran''

''Maksimalkan 20 Persen Anggaran''
Masih Ada Guru Terima Rp 150 Ribu per Bulan


SMANSA COMMUNITY NUNUKAN - Alokasi 20 persen anggaran APBD Nunukan untuk pendidikan dianggap cukup, untuk itu Dewan Pendidikan berharap anggaran tersebut dikelola baik dan digunakan untuk benar-benar membangun pendidikan. Demikian Ketua Dewan Pendidikan Syaharuddin. Penyampaiannya ini untuk masukan bagi Pemkab demi kemajuan kota, karna masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki terkait masalah pendidikan di Nunukan. Seperti masih rendahnya peningkatan mutu di sekolah swasta. ”Bagaimana kita bisa mengharapkan peningkatan mutu di sekolah swasta, kalau tunjangan untuk guru masih kurang? Padahal menurut UU, baik guru di sekolah swasta dan negeri tidak bisa dibedakan,” jelasnya. Ia menganggap ada perbedaan antara guru di sekolah swasta dan negeri. ”Bahkan ada guru swasta di SD-SD swasta yang digaji 150 ribu per bulan dari komite. Paling tinggi 300 ribu untuk gaji honor. Sementara para guru dituntut untuk meningkatkan kualitas pendidikan,” tandasnya. Syaharudin berharap Pemkab Nunukan bisa meningkatkan status guru honor secara bertahap menjadi PNS. ”Guru honor yang jadi PNS kan yang masuk data base tiga tahun lalu. Bagaimana dengan nasib guru honor yang baru masuk?,” katanya. Permasalahan lain yakni kurangnya sarana prasarana untuk para siswa. Diakui, memang tidak ada lagi ditemukan guru yang menjual buku kepada siswanya. ”Masalahnya sekarang, adanya buku elektronik. Tapi ’kan tidak semua siswa memilikinya. Diharapkan, adanya perhatian pemerintah untuk memberikan bantuan teknologi informasi bagi siswa. Perbanyak komputer dan jaringan internet di sekolah,” sarannya.

SISWA TAK IKUTI UN

Sementara, Dewan Pendidikan yang juga Kepsek SMAN 1 Nunukan menilai secara keseluruhan pelaksanaan UN di Nunukan berjalan lancar meski ada beberapa yang dianggap belum maksimal karena anggaran yang diplot untuk UN belum digelontorkan. Dari pantauan yang didapat, dari keseluruhan siswa SMA/MA dan SMK yang mengikuti UN tahun ini, ada 8 siswa di dua sekolah yang tidak mengikuti UN. Syaharuddin mengatakan, dari 232 siswa di sekolah tersebut, 6 diantaranya tidak mengikuti UN. ”Satu siswa pulang kampung ke Sulawesi dan 5 siswa lainnya menikah sebelum UN. Padahal mereka telah mendapatkan kartu peserta,” tambahnya. Kemudian di SMK Nunukan, dari 132 siswa yang mengikuti UN mulai 20-22 April, dua siswa diantaranya juga absen tak mengikuti UN. ”Mereka mengundurkan diri sebelum UN, dengan alasan menikah,” kata Kepsek SMK Hj Hanni. Setiap harinya, setelah UN selesai dilaksanakan, Lembar Jawaban Kerja (LJK) siswa kemudian dibawa ke Mapolsekta untuk diamankan. Kapolsek Nunukan AKP Indrawan mengatakan, LJK diletakkan di salah satu ruangan yang tak bisa dimasuki orang-orang yang tidak berkepentingan. ”Ada dua personel yang berjaga-jaga didepan pintu, untuk mengamankan dokumen negara ini,” imbuhnya.(dew)

Bupati Yakin Siswa Dapat Nilai Bagus

Bupati Yakin Siswa Dapat Nilai Bagus
1.115 Siswa Kelas XII SMA Ikuti UN 2009

SMANSA COMMUNITY NUNUKAN - Mulai kemarin sampai 24 April mendatang, 1.115 siswa kelas XII SMA/MA dan SMK mengikuti Ujian Nasional (UN). Mereka dituntut untuk mendapatkan nilai lebih baik, karena standar nilai rata-rata nasional tahun ini meningkat menjadi 5,5. “Saya yakin, siswa di Nunukan bisa mendapatkan nilai bagus. Naiknya standar rata-rata nasional ‘kan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, biar kualitas SDM juga meningkat,” jelas Bupati Nunukan Abd Hafid Achmad, saat meninjau pelaksanaan UN, kemarin. Bupati didampingi Kadiknas Walidjo dan Kabag Humas dan Protokol Jafar, serta Kepsek SMA 1 Nunukan Syaharuddin dan pengawas dari Diknas Provinsi Kaltim. Diakui, dari pengalaman-pengalaman sebelumnya di beberapa daerah, memang terdapat nilai siswa yang kurang bagus. Tapi Pemkab Nunukan tetap berupaya untuk mendapatkan nilai baik sesuai yang diinginkan.

Ditambahkan, dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, pemberi ilmu atau guru dan penerima ilmu atau siswa, harus memiliki konsisten dan benar-benar menekuninya, agar hasil yang didapat sesuai harapan. “Jadi antara guru dan siswa, harus memiliki suatu kerjasama yang baik,” katanya, sebelum melanjutkan peninjauan ke SMK. Kepsek SMA 1 Nunukan Syaharuddin menjelaskan, sekolah yang dipimpinnya masuk dalam sub rayon I Nunukan. “Terdiri dari SMA 1 sebanyak 12 ruangan dengan 232 siswa, SMA Pancasila 6 ruang dengan 106 siswa dan SMA Katholik Santo Gabriel 4 ruang dengan 51 siswa. Jadi jumlahnya 389 siswa,” terangnya.

Kadiknas Walidjo menuturkan, dari 1.115 siswa tersebut, 982 siswa di antaranya merupakan siswa SMA dan 133 siswa sisanya siswa SMK. “Jadi, jumlah keseluruhan SMA/MA dan SMK yang ikuti UN tahun ini 1.115 siswa,” katanya. Sama dengan UN yang lalu, mata pelajaran yang diujikan untuk UN siswa SMA/MA dan SMK yakni Bahasa Indonesia, Matematika dan Bahasa Inggris. Untuk program IPA di SMA/MA ditambah dengan mata pelajaran Kimia, Fisika dan Biologi. Sedangkan program IPS, ditambah dengan Geografi, Ekonomi dan Sosiologi.

Kemudian SMP/MTs sederajat akan mengikuti Ujian Nasional 27-30 April mendatang, berjumlah 1.924 orang. “Untuk tingkat SMP/MTs, mata pelajaran yang diujikan yakni Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan IPA,” ungkapnya. Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti UN, dengan alasan sakit atau alasan lain yang bisa diterima, bisa mengikuti ujian susulan pada 27 April-1 Mei untuk SMA/MA dan SMK pada 27-29 April. Sedangkan UN susulan untuk SMP digelar pada 4-7 Mei. (dew)

Pemkab Siap Terima 70 Mahasiswa

Pemkab Siap Terima 70 Mahasiswa
Revitalisasi KKN Unmul se-Provinsi Kaltim

SMANSA COMMUNITY NUNUKAN - Tahun ini, Pemkab Nunukan menyatakan siap menerima 70 mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda untuk melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kabupaten Nunukan. Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPM-PD) Nunukan, Helmi, melalui Kabid Usaha Ekonomi dan Pemukiman (UEP), Zakaria mengatakan, 70 siswa ini nantinya akan disebar di Kecamatan Nunukan, Sebatik dan Sebatik Barat. ”Masing-masing kecamatan terbagi menjadi dua kelompok mahasiswa yang KKN selama dua bulan, mulai awal Juli sampai akhir Agustus,” jelasnya. Mahasiswa yang diterima KKN di Nunukan yakni 20 mahasiswa yang jurusannya di bidang pendidikan, 20 mahasiswa di bidang pertanian, 10 mahasiswa di bidang ekonomi dan sosial politik, masing-masing 7 mahasiswa di bidang perikanan dan kehutanan, serta 6 mahasiswa di bidang kedokteran. ”Bantuan dari Pemkab Nunukan diantaranya Rp 3 juta per kelompok untuk biaya program dan penginapan sebelum dan sesudah KKN,” terangnya. Di tahun sebelumnya, yakni 2008 lalu, Pemkab menerima 75 mahasiswa Unmul dan 60 mahasiswa di tahun 2007. Program ini telah dilaksanakan Pemkab Nunukan, sejak 2002 lalu. Penjelasan ini diungkapkan saat laporan evaluasi revitalisasi KKN Unmul. Kegiatan ini dihadiri masing-masing 3 orang dari perwakilan BPM-PD se-Provinsi Kaltim, kecuali Kutai Timur. Ketua KKN MZ Arifin dalam persentasinya menyampaikan, perguruan tinggi (PT) sebagai pusat center of excellence memberikan konsekuensi logis, agar sebuah PT dapat memberikan konstribusi positif bagi masyarakat. ”Sudah saatnya PT, khususnya Unmul memberikan makna sebenarnya bentuk pengabdian pada masyarakat, dengan melaksanakan program KKN melalui program pemberdayaan masyarakat,” paparnya. KKN sebagai manifestasi pengabdian PT terhadap masyarakat, pelaksanaannya dilakukan dengan mengirimkan sejumlah mahasiswa ke berbagai desa atau kelurahan yang ada di provinsi tertentu. ”Luasnya daerah pelaksanaan KKN, membutuhkan koordinasi dengan Pemkab setempat,” ujarnya. Tujuan dari KKN tersebut, mahasiswa mampu menunjang program pembangunan di pedesaan dalam kegiatan bidang peremajaan data desa, bidang kependudukan, bidang potensi desa, pemberdayaan masyarakat pedesaan dan pengembangan program KKN. Sasarannya, dapat menghasilkan insani berkualitas, mandiri, kreatif dan inovatif sesuai keilmuannya. Sedangkan untuk masyarakat dan Pemkab dapat memperoleh bantuan pemikiran dan tenaga, ilmu, teknologi dan seni, dalam merencanakan, merumuskan dan melaksanakan pembangunan di daerah pedesaan. Kegiatan ini dibuka Bupati Nunukan H Abd Hafid Achmad diwakili Asisten Pemerintahan Djimmi, Rabu (22/4) malam di Hotel Laura. Dihadiri pimpinan instansi terkait dan narasumber. Yakni Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) Unmul Ratna Shanti, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Kaltim diwakili H Herlan dan Ketua KKN MZ Arifin. (dew)

Sabtu, 21 Maret 2009

Anak-anak TKI di Sabah Kini Bisa Nyanyi "Indonesia Raya"

Anak-anak TKI di Sabah Kini Bisa Nyanyi "Indonesia Raya"
Oleh Adi Lazuardi

Mengharukan juga melihat dan mendengar anak-anak kelas 3 SD Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) menyanyikan lagu "Indonesia Raya" dan "Garuda Pancasila" sebelum mereka memulai belajar. "Inilah cara kami mengenalkan Indonesia dan menumbuhkan rasa cinta pada diri anak-anak TKI di Sabah terhadap negara tercinta, Indonesia," kata Dadang Hermawan, Kepala Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK), Sabah, Borneo. Sekitar 80 persen, anak-anak TKI yang sekolah di SIKK lahir di Sabah. Mereka kurang mengenal Indonesia. Lahir karena orang tua mereka adalah buruh perkebunan kelapa sawit. Anak-anak TKI itu tumbuh dan besar di negeri orang tanpa bisa mengecap pendidikan formal seperti umumnya anak-anak Indonesia di tanah air dan anak-anak warga Malaysia. "Tidak betul juga jika dikatakan anak-anak TKI tidak bisa belajar di sekolah Malaysia. Yang dilarang adalah sekolah kebangsaan karena itu ada subsidinya. Anak warga asing seharusnya sekolah di swasta atau sekolah internasional," kata atase pendidikan KBRI Kuala Lumpur, Imran Hanafi. "Di sinilah persoalannya, orang tuanya berprofesi sebagai TKI tidak mampu membayar sekolah swasta apalagi sekolah internasional sehingga ribuan anak-anak TKI bisa mengecap pendidikan formal," tambah dia. Ditambah lagi, peraturan imigrasi Malaysia melarang pekerja asing membawa anggota keluarganya, baik anak dan istri, termasuk dilarang kawin. Namun kenyataannya, TKI yang bekerja di Sabah, apakah itu menjadi buruh perkebunan kelapa sawit atau menjadi pembantu, membawa keluarganya. Para majikannya tampaknya mengijinkan hal itu demi kenyamanan dan loyalitas kerja para buruhnya. Menurut data KJRI Kota Kinabalu tahun 2006, ada sekitar 24.199 anak-anak TKI di Sabah tidak bisa mendapatkan pendidikan. Karena saat itu yang dicatat hanya anak-anak usia sekolah maka pada tahun 2008, diperkirakan 30.000 anak-anak TKI yang tidak mengecap pendidikan formal.

Hambatan Sekolah
Masalah buruh di perkebunan kelapa sawit untuk tidak boleh kawin dan membawa keluarga menjadi suatu dilema. Aturan imigrasi Malaysia memang buruh asing dilarang kawin dan membawa keluarganya, kecuali ekspatriat. Hal itu diakui Manajer SDM Sabah Land Development Board (SDLB) Syaheddrul Joddari. "Kami punya buruh laki-laki dan wanita. Walaupun kami selalu melarang mereka kawin, tapi yang namanya cinta sulit dicegah. Perkawinan baik resmi atau tidak terjadi di perkebunan hingga mereka punya anak," katanya. Melihat ada buruh yang kawin, punya istri dan anak sudah tentu mendorong buruh yang punya istri di kampung untuk membawa keluarganya ke Sabah. Hal ini berlangsung sekian lama sehingga ribuan anak-anak buruh perkebunan kelapa sawit kini tidak bisa mengecap pendidikan formal. Apalagi setelah ada revisi UU Pendidikan di Malaysia yang mendiskriminasi anak buruh asing bersekolah di sekolah milik pemerintah karena ada unsur subsidinya. "Bagi majikan dan perusahaan perkebunan, ada keluarga buruh menciptakan kenyamanan kerja bagi si buruh. Jika nyaman maka loyalitas kerja juga bagus. Selain itu, anak-anak dan istri buruh juga bisa sekaligus bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Apalagi anak-anak buruh tidak bersekolah maka bekerja di perkebunan kelapa sawit selain menambah penghasilan juga kegiatan yang baik untuk membunuh waktu," kata konsuler bidang ketenagakerjaan KJRI Kota Kinabalu, Umbara Setiawan. Anak tidak bisa sekolah sudah tentu akan menambah panjang kemiskinan keluarga buruh. Pemerintah Indonesia dan Malaysia dibantu LSM Humana berbasis di Eropa mencoba mengadakan sekolah informal. Anak-anak TKI dan buruh Filipina diajarkan membaca, menulis, dan berhitung. Tidak ada jenjang kelas. Yang penting bisa membaca, menulis dan berhitung. Pemerintah Malaysia juga sudah meminta perusahaan perkebunan secara sukarela menyediakan gedung sekolah informal. Kini ada sekitar 90 gedung sekolah informal yang dikelola Humana dengan jumlah murid sekitar 7.000 orang. Sejak tahun 2007, Indonesia telah mengirimkan 109 guru. Tapi upaya pemerintah Indonesia tidak cukup sampai di situ saja. Atas dasar hubungan baik kedua negara, kedua kepala pemerintahan sepakat untuk mengijinkan adanya sekolah Indonesia di Kota Kinabalu bagi anak-anak TKI.

Sudah Operasi
Sekolah Indonesia Kota Kinabalu beroperasi sejak 1 Desember 2008 dengan jumlah 274 murid sekolah dasar (SD). SIKK memiliki enam ruang kelas di kompleks pertokoan Alam Mesra, Kota Kinabalu. Dengan enam kelas, SIKK ini dapat menampung 326 anak TKI, tapi kini baru menampung 274 anak karena baru empat guru termasuk kepala sekolah ikut mengajar. "Dalam waktu dekat akan ada empat guru tambahan lagi datang dari Indonesia," kata Dadang Hermawan. "Agar dapat memberikan pendidikan yang lebih luas kepada anak-anak TKI, SIKK akan mengadakan pendidikan non formal melalui paket A, paket B dan paket C, " tambah dia. Untuk tahun pertama, seluruh anak-anak SIKK diberikan seragam baru "Merah Putih" dan buku-buku pelajaran. "Mereka sangat antusias dalam belajar. Masuk pukul tujuh tapi pukul 6 banyak yang sudah tiba di sekolah. Itu artinya mereka sudah meninggalkan rumah ke sekolah jam 05 pagi," ungkap Dadang. Orang tua murid, Edijatmiko, asal Malang mengaku sangat senang ada sekolah Indonesia di Kota Kinabalu karena kini anaknya bisa mendapatkan pendidikan informal. "Selama ini, anak-anak kami hanya sekolah seperti madrasah di kampung. Tidak bisa masuk ke sekolah formal," katanya. Menurut data KJRI, ada 576 anak TKI yang ingin sekolah di SIKK. Tapi setelah diadakan seleksi dan evaluasi hanya 274 yang bisa masuk sekolah formal. "Banyak anak-anak TKI di usia 11 tahun tapi belum bisa baca. Terpaksa kami tidak bisa terima," kata Kepsek SIKK Dadang. Nabila, murid kelas I SIKK, mengaku senang bisa sekolah di SIKK. "Teman-teman juga senang bisa memakai seragam merah putih, seragam sekolah Indonesia. Saya kini sudah hafal lagu Indonesia Raya dan Garuda Pancasila," katanya sambil tersenyum.

-Anak-anak TKI di Sabah Kini Bisa Nyanyi "Indonesia Raya"

SMK Kekurangan 10.000 Guru

SMK Kekurangan 10.000 Guru
Dibangun Lima SMK di Perbatasan Negara

SMANSA Community Nunukan Magelang - Saat ini terjadi kekurangan sekitar 10.000 guru sekolah menengah kejuruan untuk berbagai bidang keahlian. Kekurangan tenaga pengajar tersebut merata hampir di 7.446 SMK yang ada di Indonesia. ”Kekurangan guru terutama untuk SMK-SMK yang berada di daerah terpencil,” kata Direktur Pembinaan SMK Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Joko Sutrisno di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (26/2). Dia mengatakan itu dalam acara Lomba Keterampilan Siswa (LKS) SMK I Tingkat Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 yang berlangsung di kompleks Akademi Militer Magelang. Merekrut guru sekolah menengah kejuruan (SMK) juga tidak mudah, kata Joko, karena selain harus bisa mengajar dengan baik, guru SMK juga dituntut untuk memiliki keterampilan tertentu. Bekal keterampilan ini sangat berharga saat guru menyampaikan pelajaran kepada para siswa. Untuk menutupi kekurangan guru tersebut, Joko mengatakan, SMK terpaksa mendatangkan tenaga pengajar dari luar, yaitu dari kalangan mahasiswa yang baru menempuh kuliah kerja nyata (KKN) atau praktisi perusahaan. Bahkan, di daerah-daerah terisolasi, personel TNI dimanfaatkan untuk mengajar.

SMK di perbatasan
Lebih lanjut, Joko mengatakan, lima SMK akan dibangun di perbatasan Republik Indonesia mulai Maret 2009. Pembangunan tersebut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kecerdasan masyarakat, dan menanamkan nilai-nilai kebangsaan dalam upaya pertahanan negara. Joko mengatakan, tiga SMK akan dibangun di perbatasan Indonesia-Malaysia, yakni di Nunukan, Kalimantan Timur, serta di Taloh dan Entikong, di Kalimantan Barat. Dua SMK lainnya akan didirikan di perbatasan Indonesia-Filipina, tepatnya di Tahuna, Sulawesi Utara, dan di perbatasan Indonesia-Vietnam- Thailand, yaitu di Natuna, Kepulauan Riau. Joko berharap pendirian SMK tersebut juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat perbatasan. ”Jika perekonomian tumbuh baik dan masyarakat kecukupan, daerah perbatasan juga akan aman,” ujarnya. Pembangunan SMK di daerah-daerah perbatasan ini, menurut Joko, dilaksanakan Departemen Pendidikan Nasional bekerja sama dengan TNI. Selain dalam kegiatan pembangunan fisik gedung sekolah, anggota TNI nantinya juga akan dilibatkan sebagai tenaga pengajar. ”Para anggota TNI nantinya akan membantu mengajarkan materi pelajaran bela negara dan cinta tanah air,” ujarnya. Gubernur Jateng Bibit Waluyo dalam sambutannya mengatakan, siswa SMK harus lebih banyak magang dan mengikuti program pelatihan agar lebih terampil. (EGI)

3.037 Siswa Ikuti UN (Ujian Nasional)

3.037 Siswa Ikuti UN

SMANSA Community Nunukan - Dari data yang diperoleh dari Diknas Kabupaten Nunukan, jumlah siswa dari jenjang pendidikan SMP dan SMA sederajat yang akan mengikuti UN tahun ini berjumlah 3.037 orang. “Untuk SMP/MTs yang mengikuti UN pada 27-30 April mendatang berjumlah 1.922 siswa. Sedangkan siswa SMA/MA sebanyak 982 siswa dan 133siswa dari SMK Kabupaten Nunukan, yang akan mengikuti UN pada 20 April 2009,” ungkap Kadisdik Nunukan Walidjo Spd. Mata pelajaran yang akan diujikan untuk UN SMP/MTS dan SMPLB yakni Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris dan IPA. Kemudian untuk siswa SMA/MA, mata pelajaran yang diujikan adalah Bahasa Indonesia, Matematika dan Bahasa Inggris. “Untuk program IPA SMA ditambah dengan mata pelajaran Kimia, Fisika dan Biologi. Sedangkan SMA/MA program IPS, ditambah dengan Geografi, Ekonomi dan Sosiologi,” terangnya. Untuk SMK, ditambah dengan mata pelajaran yang diujikan sesuai dengan jurusan yang diambil siswa. Di antaranya jurusan Perikanan, Pertanian dan Manajemen. Untuk lebih menyiapkan kemampuan para siswa menghadapi UN, pada 24-26 Februari lalu, dilaksanakan Tes Daya Serap. “Tes ini untuk mengukur kemampuan murid, sesuai dengan materi yang diberikan dan mengacu pada Standar Kelulusan (SKL),” paparnya. Ia menambahkan, pihaknya telah meminta kepsek dan guru-guru di sekolah menambah jam belajar, seusai jam pelajaran sekolah. “Penambahan jam belajar telah dilakukan saat ini, dengan tetap mengacu pada SKL, demi peningkatan mutu pendidikan siswa-siswa di Kabupaten Nunukan dan mengurangi jumlah siswa yang gagal mengikuti ujian,” katanya. Ia pun meyakini, siswa Kabupaten Nunukan bisa bersaing dengan siswa dari daerah lain, dalam menghadapi ujian akhir. “Harapan kami, orang tua dan masyarakat dapat mendukung disdik meningkatkan mutu pendidikan, dengan salah satu cara mengawasi dan mendampingi putra-putrinya belajar dirumah,” jelasnya.(dew)

Puluhan PNS dan Pelajar Ditertibkan

Puluhan PNS dan Pelajar Ditertibkan

SMANSA Community Nunukan - Mungkin para PNS di Nunukan dan pelajar harus lebih berhati-hati keluar dari kantor atau sekolah, di saat jam kerja. Pasalnya, Satpol PP kini makin gencar melakukan razia. Seperti yang terjadi kemarin, 20-an PNS dan 6 pelajar terjaring penertiban Satpol PP yang dimulai pukul 10.00 Wita di sekitar Jl Bhayangkara, Pasar Jamaker, sampai Alun-alun Kota Nunukan. Di Alun-alun Kota inilah banyak PNS yang terjaring. Kebanyakan dari mereka ditahan dijalan karena alasan yang tidak bisa diterima oleh personel Satpol PP. ”Mereka bilang sudah izin dari kantor, tapi tidak membawa surat izin atau surat tugas dari kantor masing-masing. Makanya mereka kami amankan dulu,” ungkap Kepala Kantor Satpol PP Nunukan Drs Sanusi yang memimpin operasi ini. Merasa malu dilihat warga Nunukan yang lewat, kontan saja para PNS ini langsung membantah membolos jam kerja dan bersikeras jika mereka keluar karena urusan kantor. Berbagai cara mereka lakukan, bahkan sampai menelepon rekan kerja di kantor untuk membuatkan surat tugas yang ditandatangani pejabat terkait. Tidak terkecuali meminta atasan yang kebetulan lewat dan berhenti di lokasi razia untuk meloloskan mereka dari razia. Sayangnya, upaya mereka tersebut tidak berhasil. Kendati begitu, Kepala Satpol PP Sanusi tetap meminta surat tugas dari kantor masing-masing PNS yang terjaring. ”Pokoknya, kalau tidak membawa surat izin dan surat tugas, berarti mangkir,” tegas alumni STPDN ini. Tidak hanya itu, harian ini juga sempat bersiteru dengan seorang wanita yang menggunakan pakaian biasa dan mengaku dirinya teman salah seorang PNS wanita yang wajahnya terkena jepretan kamera. ”Tolong dihapus foto teman saya tadi,” katanya. Ia juga sempat ditanya oleh salah seorang personel Satpol PP yang bertugas, karena dilihat menggandeng teman PNS-nya menuju ke arah motor. ”Kamu PNS atau bukan? Kalau bukan, tidak usah bawa dia,” bentak petugas Satpol PP tersebut, yang kemudian menyuruh temannya yang PNS naik ke truk Satpol PP. Para PNS yang terjaring ini kemudian didata oleh petugas Satpol PP, dengan melihat KTP masing-masing. Walau sama-sama bekerja di pemkab, Satpol PP tidak kaku dalam memberikan kebijakan. PNS yang surat tugasnya diantar oleh rekan kerjanya kemudian diperkenankan pergi. ”Kalau tidak ada surat tugasnya, ya naik ke truk. Nanti didata ulang di Kantor Pol PP,” tandas Sanusi. Dalam razia ini, tidak hanya bantahan saja yang diterima oleh Satpol PP, tapi komplain. Salah seorang PNS wanita yang sempat masuk truk, tapi kemudian keluar lagi karena rekan kerjanya membawakan surat tugas, sempat protes dengan perlakuan anggota Satpol PP. ”Kalau ada yang tidak bisa menerima, itu sudah biasa. Tapi kami hanya menjalankan tugas yang diberikan bupati, wabup dan sekda, untuk meningkatkan disiplin PNS,” ujarnya. Tidak terkecuali dengan anak sekolah. Di truk Satpol PP, sudah ada dua pelajar SMP. Belum lagi empat pelajar SMA dan SMK yang juga ikut terjaring. Tapi kemudian empat pelajar tersebut diizinkan pergi, karena mereka membawa surat izin dari sekolah. Dengan demikian, dari 20-an PNS dan 6 pelajar yang terjaring razia, hanya 12 PNS dan 2 pelajar yang diamankan Satpol PP. Razia tersebut, merupakan razia kedua yang dilakukan di siang hari. Di razia sebelumnya, Satpol PP mengamankan masing-masing 20 lebih PNS dan pelajar. Sedangkan razia di malam hari yang dilakukan di tempat-tempat hiburan dan baru dilakukan sekali, Satpol PP tidak menemukan PNS mengunjungi tempat hiburan dimaksud. ”PNS dan pelajar ini akan kami tindaklanjuti. Yang pelajar akan kami laporkan kepada sekolahnya, orang tua dan guru akan dipanggil. Sedangkan untuk PNS, akan kami laporkan kepada pimpinannya masing-masing,” jelasnya. Ia menegaskan, seharusnya PNS mematuhi aturan jam kerja PNS, yakni mulai 7.30-16.00 Wita. ”Istirahat jam 12.00-13.00 Wita itu sebenarnya hanya toleransi. Tidak semua PNS keluar, karena kantor tidak boleh kosong. Bagaimana mau melayani masyarakat,” imbuhnya dan membenarkan, razia seperti ini akan terus dilakukan.(dew)
- SMANSA Community Nunukan - Media Komunikasi Informasi Alumni dan Pelajar SMA Negeri 1 Nunukan Kalimantan Timur