- Selamat Datang di Situs Blog SMANSA Community Nunukan - Media Komunikasi Informasi Alumni dan Pelajar SMA Negeri 1 Nunukan Kalimantan Timur

Sabtu, 21 Maret 2009

Anak-anak TKI di Sabah Kini Bisa Nyanyi "Indonesia Raya"

Anak-anak TKI di Sabah Kini Bisa Nyanyi "Indonesia Raya"
Oleh Adi Lazuardi

Mengharukan juga melihat dan mendengar anak-anak kelas 3 SD Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) menyanyikan lagu "Indonesia Raya" dan "Garuda Pancasila" sebelum mereka memulai belajar. "Inilah cara kami mengenalkan Indonesia dan menumbuhkan rasa cinta pada diri anak-anak TKI di Sabah terhadap negara tercinta, Indonesia," kata Dadang Hermawan, Kepala Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK), Sabah, Borneo. Sekitar 80 persen, anak-anak TKI yang sekolah di SIKK lahir di Sabah. Mereka kurang mengenal Indonesia. Lahir karena orang tua mereka adalah buruh perkebunan kelapa sawit. Anak-anak TKI itu tumbuh dan besar di negeri orang tanpa bisa mengecap pendidikan formal seperti umumnya anak-anak Indonesia di tanah air dan anak-anak warga Malaysia. "Tidak betul juga jika dikatakan anak-anak TKI tidak bisa belajar di sekolah Malaysia. Yang dilarang adalah sekolah kebangsaan karena itu ada subsidinya. Anak warga asing seharusnya sekolah di swasta atau sekolah internasional," kata atase pendidikan KBRI Kuala Lumpur, Imran Hanafi. "Di sinilah persoalannya, orang tuanya berprofesi sebagai TKI tidak mampu membayar sekolah swasta apalagi sekolah internasional sehingga ribuan anak-anak TKI bisa mengecap pendidikan formal," tambah dia. Ditambah lagi, peraturan imigrasi Malaysia melarang pekerja asing membawa anggota keluarganya, baik anak dan istri, termasuk dilarang kawin. Namun kenyataannya, TKI yang bekerja di Sabah, apakah itu menjadi buruh perkebunan kelapa sawit atau menjadi pembantu, membawa keluarganya. Para majikannya tampaknya mengijinkan hal itu demi kenyamanan dan loyalitas kerja para buruhnya. Menurut data KJRI Kota Kinabalu tahun 2006, ada sekitar 24.199 anak-anak TKI di Sabah tidak bisa mendapatkan pendidikan. Karena saat itu yang dicatat hanya anak-anak usia sekolah maka pada tahun 2008, diperkirakan 30.000 anak-anak TKI yang tidak mengecap pendidikan formal.

Hambatan Sekolah
Masalah buruh di perkebunan kelapa sawit untuk tidak boleh kawin dan membawa keluarga menjadi suatu dilema. Aturan imigrasi Malaysia memang buruh asing dilarang kawin dan membawa keluarganya, kecuali ekspatriat. Hal itu diakui Manajer SDM Sabah Land Development Board (SDLB) Syaheddrul Joddari. "Kami punya buruh laki-laki dan wanita. Walaupun kami selalu melarang mereka kawin, tapi yang namanya cinta sulit dicegah. Perkawinan baik resmi atau tidak terjadi di perkebunan hingga mereka punya anak," katanya. Melihat ada buruh yang kawin, punya istri dan anak sudah tentu mendorong buruh yang punya istri di kampung untuk membawa keluarganya ke Sabah. Hal ini berlangsung sekian lama sehingga ribuan anak-anak buruh perkebunan kelapa sawit kini tidak bisa mengecap pendidikan formal. Apalagi setelah ada revisi UU Pendidikan di Malaysia yang mendiskriminasi anak buruh asing bersekolah di sekolah milik pemerintah karena ada unsur subsidinya. "Bagi majikan dan perusahaan perkebunan, ada keluarga buruh menciptakan kenyamanan kerja bagi si buruh. Jika nyaman maka loyalitas kerja juga bagus. Selain itu, anak-anak dan istri buruh juga bisa sekaligus bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Apalagi anak-anak buruh tidak bersekolah maka bekerja di perkebunan kelapa sawit selain menambah penghasilan juga kegiatan yang baik untuk membunuh waktu," kata konsuler bidang ketenagakerjaan KJRI Kota Kinabalu, Umbara Setiawan. Anak tidak bisa sekolah sudah tentu akan menambah panjang kemiskinan keluarga buruh. Pemerintah Indonesia dan Malaysia dibantu LSM Humana berbasis di Eropa mencoba mengadakan sekolah informal. Anak-anak TKI dan buruh Filipina diajarkan membaca, menulis, dan berhitung. Tidak ada jenjang kelas. Yang penting bisa membaca, menulis dan berhitung. Pemerintah Malaysia juga sudah meminta perusahaan perkebunan secara sukarela menyediakan gedung sekolah informal. Kini ada sekitar 90 gedung sekolah informal yang dikelola Humana dengan jumlah murid sekitar 7.000 orang. Sejak tahun 2007, Indonesia telah mengirimkan 109 guru. Tapi upaya pemerintah Indonesia tidak cukup sampai di situ saja. Atas dasar hubungan baik kedua negara, kedua kepala pemerintahan sepakat untuk mengijinkan adanya sekolah Indonesia di Kota Kinabalu bagi anak-anak TKI.

Sudah Operasi
Sekolah Indonesia Kota Kinabalu beroperasi sejak 1 Desember 2008 dengan jumlah 274 murid sekolah dasar (SD). SIKK memiliki enam ruang kelas di kompleks pertokoan Alam Mesra, Kota Kinabalu. Dengan enam kelas, SIKK ini dapat menampung 326 anak TKI, tapi kini baru menampung 274 anak karena baru empat guru termasuk kepala sekolah ikut mengajar. "Dalam waktu dekat akan ada empat guru tambahan lagi datang dari Indonesia," kata Dadang Hermawan. "Agar dapat memberikan pendidikan yang lebih luas kepada anak-anak TKI, SIKK akan mengadakan pendidikan non formal melalui paket A, paket B dan paket C, " tambah dia. Untuk tahun pertama, seluruh anak-anak SIKK diberikan seragam baru "Merah Putih" dan buku-buku pelajaran. "Mereka sangat antusias dalam belajar. Masuk pukul tujuh tapi pukul 6 banyak yang sudah tiba di sekolah. Itu artinya mereka sudah meninggalkan rumah ke sekolah jam 05 pagi," ungkap Dadang. Orang tua murid, Edijatmiko, asal Malang mengaku sangat senang ada sekolah Indonesia di Kota Kinabalu karena kini anaknya bisa mendapatkan pendidikan informal. "Selama ini, anak-anak kami hanya sekolah seperti madrasah di kampung. Tidak bisa masuk ke sekolah formal," katanya. Menurut data KJRI, ada 576 anak TKI yang ingin sekolah di SIKK. Tapi setelah diadakan seleksi dan evaluasi hanya 274 yang bisa masuk sekolah formal. "Banyak anak-anak TKI di usia 11 tahun tapi belum bisa baca. Terpaksa kami tidak bisa terima," kata Kepsek SIKK Dadang. Nabila, murid kelas I SIKK, mengaku senang bisa sekolah di SIKK. "Teman-teman juga senang bisa memakai seragam merah putih, seragam sekolah Indonesia. Saya kini sudah hafal lagu Indonesia Raya dan Garuda Pancasila," katanya sambil tersenyum.

-Anak-anak TKI di Sabah Kini Bisa Nyanyi "Indonesia Raya"

SMK Kekurangan 10.000 Guru

SMK Kekurangan 10.000 Guru
Dibangun Lima SMK di Perbatasan Negara

SMANSA Community Nunukan Magelang - Saat ini terjadi kekurangan sekitar 10.000 guru sekolah menengah kejuruan untuk berbagai bidang keahlian. Kekurangan tenaga pengajar tersebut merata hampir di 7.446 SMK yang ada di Indonesia. ”Kekurangan guru terutama untuk SMK-SMK yang berada di daerah terpencil,” kata Direktur Pembinaan SMK Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Joko Sutrisno di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (26/2). Dia mengatakan itu dalam acara Lomba Keterampilan Siswa (LKS) SMK I Tingkat Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 yang berlangsung di kompleks Akademi Militer Magelang. Merekrut guru sekolah menengah kejuruan (SMK) juga tidak mudah, kata Joko, karena selain harus bisa mengajar dengan baik, guru SMK juga dituntut untuk memiliki keterampilan tertentu. Bekal keterampilan ini sangat berharga saat guru menyampaikan pelajaran kepada para siswa. Untuk menutupi kekurangan guru tersebut, Joko mengatakan, SMK terpaksa mendatangkan tenaga pengajar dari luar, yaitu dari kalangan mahasiswa yang baru menempuh kuliah kerja nyata (KKN) atau praktisi perusahaan. Bahkan, di daerah-daerah terisolasi, personel TNI dimanfaatkan untuk mengajar.

SMK di perbatasan
Lebih lanjut, Joko mengatakan, lima SMK akan dibangun di perbatasan Republik Indonesia mulai Maret 2009. Pembangunan tersebut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kecerdasan masyarakat, dan menanamkan nilai-nilai kebangsaan dalam upaya pertahanan negara. Joko mengatakan, tiga SMK akan dibangun di perbatasan Indonesia-Malaysia, yakni di Nunukan, Kalimantan Timur, serta di Taloh dan Entikong, di Kalimantan Barat. Dua SMK lainnya akan didirikan di perbatasan Indonesia-Filipina, tepatnya di Tahuna, Sulawesi Utara, dan di perbatasan Indonesia-Vietnam- Thailand, yaitu di Natuna, Kepulauan Riau. Joko berharap pendirian SMK tersebut juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat perbatasan. ”Jika perekonomian tumbuh baik dan masyarakat kecukupan, daerah perbatasan juga akan aman,” ujarnya. Pembangunan SMK di daerah-daerah perbatasan ini, menurut Joko, dilaksanakan Departemen Pendidikan Nasional bekerja sama dengan TNI. Selain dalam kegiatan pembangunan fisik gedung sekolah, anggota TNI nantinya juga akan dilibatkan sebagai tenaga pengajar. ”Para anggota TNI nantinya akan membantu mengajarkan materi pelajaran bela negara dan cinta tanah air,” ujarnya. Gubernur Jateng Bibit Waluyo dalam sambutannya mengatakan, siswa SMK harus lebih banyak magang dan mengikuti program pelatihan agar lebih terampil. (EGI)

3.037 Siswa Ikuti UN (Ujian Nasional)

3.037 Siswa Ikuti UN

SMANSA Community Nunukan - Dari data yang diperoleh dari Diknas Kabupaten Nunukan, jumlah siswa dari jenjang pendidikan SMP dan SMA sederajat yang akan mengikuti UN tahun ini berjumlah 3.037 orang. “Untuk SMP/MTs yang mengikuti UN pada 27-30 April mendatang berjumlah 1.922 siswa. Sedangkan siswa SMA/MA sebanyak 982 siswa dan 133siswa dari SMK Kabupaten Nunukan, yang akan mengikuti UN pada 20 April 2009,” ungkap Kadisdik Nunukan Walidjo Spd. Mata pelajaran yang akan diujikan untuk UN SMP/MTS dan SMPLB yakni Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris dan IPA. Kemudian untuk siswa SMA/MA, mata pelajaran yang diujikan adalah Bahasa Indonesia, Matematika dan Bahasa Inggris. “Untuk program IPA SMA ditambah dengan mata pelajaran Kimia, Fisika dan Biologi. Sedangkan SMA/MA program IPS, ditambah dengan Geografi, Ekonomi dan Sosiologi,” terangnya. Untuk SMK, ditambah dengan mata pelajaran yang diujikan sesuai dengan jurusan yang diambil siswa. Di antaranya jurusan Perikanan, Pertanian dan Manajemen. Untuk lebih menyiapkan kemampuan para siswa menghadapi UN, pada 24-26 Februari lalu, dilaksanakan Tes Daya Serap. “Tes ini untuk mengukur kemampuan murid, sesuai dengan materi yang diberikan dan mengacu pada Standar Kelulusan (SKL),” paparnya. Ia menambahkan, pihaknya telah meminta kepsek dan guru-guru di sekolah menambah jam belajar, seusai jam pelajaran sekolah. “Penambahan jam belajar telah dilakukan saat ini, dengan tetap mengacu pada SKL, demi peningkatan mutu pendidikan siswa-siswa di Kabupaten Nunukan dan mengurangi jumlah siswa yang gagal mengikuti ujian,” katanya. Ia pun meyakini, siswa Kabupaten Nunukan bisa bersaing dengan siswa dari daerah lain, dalam menghadapi ujian akhir. “Harapan kami, orang tua dan masyarakat dapat mendukung disdik meningkatkan mutu pendidikan, dengan salah satu cara mengawasi dan mendampingi putra-putrinya belajar dirumah,” jelasnya.(dew)

Puluhan PNS dan Pelajar Ditertibkan

Puluhan PNS dan Pelajar Ditertibkan

SMANSA Community Nunukan - Mungkin para PNS di Nunukan dan pelajar harus lebih berhati-hati keluar dari kantor atau sekolah, di saat jam kerja. Pasalnya, Satpol PP kini makin gencar melakukan razia. Seperti yang terjadi kemarin, 20-an PNS dan 6 pelajar terjaring penertiban Satpol PP yang dimulai pukul 10.00 Wita di sekitar Jl Bhayangkara, Pasar Jamaker, sampai Alun-alun Kota Nunukan. Di Alun-alun Kota inilah banyak PNS yang terjaring. Kebanyakan dari mereka ditahan dijalan karena alasan yang tidak bisa diterima oleh personel Satpol PP. ”Mereka bilang sudah izin dari kantor, tapi tidak membawa surat izin atau surat tugas dari kantor masing-masing. Makanya mereka kami amankan dulu,” ungkap Kepala Kantor Satpol PP Nunukan Drs Sanusi yang memimpin operasi ini. Merasa malu dilihat warga Nunukan yang lewat, kontan saja para PNS ini langsung membantah membolos jam kerja dan bersikeras jika mereka keluar karena urusan kantor. Berbagai cara mereka lakukan, bahkan sampai menelepon rekan kerja di kantor untuk membuatkan surat tugas yang ditandatangani pejabat terkait. Tidak terkecuali meminta atasan yang kebetulan lewat dan berhenti di lokasi razia untuk meloloskan mereka dari razia. Sayangnya, upaya mereka tersebut tidak berhasil. Kendati begitu, Kepala Satpol PP Sanusi tetap meminta surat tugas dari kantor masing-masing PNS yang terjaring. ”Pokoknya, kalau tidak membawa surat izin dan surat tugas, berarti mangkir,” tegas alumni STPDN ini. Tidak hanya itu, harian ini juga sempat bersiteru dengan seorang wanita yang menggunakan pakaian biasa dan mengaku dirinya teman salah seorang PNS wanita yang wajahnya terkena jepretan kamera. ”Tolong dihapus foto teman saya tadi,” katanya. Ia juga sempat ditanya oleh salah seorang personel Satpol PP yang bertugas, karena dilihat menggandeng teman PNS-nya menuju ke arah motor. ”Kamu PNS atau bukan? Kalau bukan, tidak usah bawa dia,” bentak petugas Satpol PP tersebut, yang kemudian menyuruh temannya yang PNS naik ke truk Satpol PP. Para PNS yang terjaring ini kemudian didata oleh petugas Satpol PP, dengan melihat KTP masing-masing. Walau sama-sama bekerja di pemkab, Satpol PP tidak kaku dalam memberikan kebijakan. PNS yang surat tugasnya diantar oleh rekan kerjanya kemudian diperkenankan pergi. ”Kalau tidak ada surat tugasnya, ya naik ke truk. Nanti didata ulang di Kantor Pol PP,” tandas Sanusi. Dalam razia ini, tidak hanya bantahan saja yang diterima oleh Satpol PP, tapi komplain. Salah seorang PNS wanita yang sempat masuk truk, tapi kemudian keluar lagi karena rekan kerjanya membawakan surat tugas, sempat protes dengan perlakuan anggota Satpol PP. ”Kalau ada yang tidak bisa menerima, itu sudah biasa. Tapi kami hanya menjalankan tugas yang diberikan bupati, wabup dan sekda, untuk meningkatkan disiplin PNS,” ujarnya. Tidak terkecuali dengan anak sekolah. Di truk Satpol PP, sudah ada dua pelajar SMP. Belum lagi empat pelajar SMA dan SMK yang juga ikut terjaring. Tapi kemudian empat pelajar tersebut diizinkan pergi, karena mereka membawa surat izin dari sekolah. Dengan demikian, dari 20-an PNS dan 6 pelajar yang terjaring razia, hanya 12 PNS dan 2 pelajar yang diamankan Satpol PP. Razia tersebut, merupakan razia kedua yang dilakukan di siang hari. Di razia sebelumnya, Satpol PP mengamankan masing-masing 20 lebih PNS dan pelajar. Sedangkan razia di malam hari yang dilakukan di tempat-tempat hiburan dan baru dilakukan sekali, Satpol PP tidak menemukan PNS mengunjungi tempat hiburan dimaksud. ”PNS dan pelajar ini akan kami tindaklanjuti. Yang pelajar akan kami laporkan kepada sekolahnya, orang tua dan guru akan dipanggil. Sedangkan untuk PNS, akan kami laporkan kepada pimpinannya masing-masing,” jelasnya. Ia menegaskan, seharusnya PNS mematuhi aturan jam kerja PNS, yakni mulai 7.30-16.00 Wita. ”Istirahat jam 12.00-13.00 Wita itu sebenarnya hanya toleransi. Tidak semua PNS keluar, karena kantor tidak boleh kosong. Bagaimana mau melayani masyarakat,” imbuhnya dan membenarkan, razia seperti ini akan terus dilakukan.(dew)

Senin, 09 Maret 2009

Pendidikan Dini demi Masa Depan Anak

Pendidikan Dini demi Masa Depan Anak

Usia kanak-kanak (0-7) merupakan momen paling krusial bagi seorang anak. Memanfaatkan masa ini dengan memberikan pendidikan yang berkualitas dinilai penting karena memengaruhi kualitas anak 10 tahun mendatang.Demikian disampaikan Konsultan Pendidikan Usia Dini, Clara Cristhie, seusai memberikan pelatihan kepada guru TK dan orang tua tentang pendidikan dini yang diadakan oleh Teacher Institute Sampoerna Foundation di Jakarta, Jumat (6/2). “Pendidikan dini memperkenalkan tentang pengendalian konflik di masa mendatang. Bisa dilihat bagaimana anak di taraf SMP hingga SMA rentan terpancing emosi, sehingga menimbulkan perkelahian,” terangnya. Menurut Clara, pentingnya pendidikan usia dini mengacu dari hasil penelitian sekelompok pemerhati pendidikan di Chicago, Amerika Serikat, tahun 70-an yang menemukan bahwa anak yang mendapat pendidikan dini pada usia dewasa (17-25) dapat mengendalikan konflik, bahkan meredamnya. Metode yang diajarkan kepada anak-anak disesuaikan dengan umur. Gerakan tubuh diterapkan untuk anak umur 0-1 tahun, simulasi benda sinar pada anak 1-2 tahun, sosialisasi dan interaksi kepada anak antara umur 2,5-3. Sementara pada umur 3,5-7 tahun sudah mulai memasuki sisi keilmuan, seperti membaca dan berhitung. “Untuk anak usia enam bulan, kita mengajarkan gerakan dan stimulasi sosial seperti berkumpul dengan bayi lain. Konkretnya, ketika ada bayi lain menangis, bayi tersebut cenderung menangis. Ini mengajarkan sebuah empati sedini mungkin,” papar Clara. Adalah tugas orang tua untuk mengajarkan pendidikan dini. Bila orang tua belum mampu secara optimal untuk melakukannya, mereka bisa mendaftarkan anak-anaknya di sekolah yang menerapkan pendidikan dini. Antara lain jenis sekolah invent untuk anak umur 0-1 tahun, toddler 1-2 tahun, preschool 2,5-3 tahun, kindergarten 3,5-5 tahun, dan sekolah dasar 6 tahun ke atas. “Sekarang banyak sekolah seperti itu di Indonesia. Semakin bertambah tiap tahun. Perkembangan itu terlihat sejak tahun 80-an akhir. Meski sekolah yang ada rata-rata dimiliki swasta,” terang Clara, lulusan Chicago, Amerika Serikat. Meskipun demikian, Clara mengimbau agar para orangtua tidak termakan stigma yang menyatakan sekolah swasta lebih baik ketimbang negeri. “Kita perlu menganalisis apakah sekolah itu cocok untuk kepribadian sang anak atau tidak. Dan ini adalah tugas orangtua,” imbau Clara. Karena orangtua perlu serius melakukan observasi dahulu sebelum memasukkan anaknya. Menurut Clara, sekolah-sekolah yang kredibel akan memberikan masa observasi bagi orangtua untuk mengenali sistem pendidikan yang diterapkan, metode pengajaran, kondisi kelas, mutu pengajar, dan pendidikannya. “Bila ada sekolah yang tidak memberikan izin itu, patut dipertanyakan,” terangnya. Clara memperingatkan agar para orangtua tidak tertipu dengan bangunan fisik daripada kualitas sekolah. Selain terlatih kemampuannya dalam mengendalian konflik, anak yang mendapatkan pendidikan dini akan terasah pribadinya menjadi pemimpin masa depan melalui pembebasan cara berpikir dan mengeluarkan ide-ide. “Kita menciptakan pemimpin dan bukan pekerja, yang hanya menunggu gaji saja,” ujarnya. Faktor pendukung pembentukan pola pikir dan karakter menurut Clara dipengaruhi perbandingan antara jumlah anak dengan murid di kelas. Untuk sekolah preschool misalnya, perbandingan guru dengan murid adalah 1:12, artinya satu guru menangani 12 murid. Begitu pun yang diterapkan pada tingkat SD. “Untuk memperoleh daya serap yang ideal, perbandingannya untuk tingkat SD 1:18, invent 1:3, dan toddler 1:6,” jelas Clara.(kompas/hp/mitrafm)

Pembelajaran Kooperatif - Tujuan

Pembelajaran Kooperatif - Tujuan
Muhammad Faiq Dzaki


Tujuan pembelajaran kooperatif yaitu:
Hasil akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang mempunyai orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini , siswa kelompok atas akan meningkatkan kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.

Penerimaan terhadap perbedaan individu
Efek penting yang kedua dari model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan yang luas terhadap orang berbeda ras, budaya, kelas sosial, kemampuan maupun ketidakmampuan.

Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting Ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi.

Belajar dari Pendidikan Jepang

Belajar dari Pendidikan Jepang

SMANSA Community Nunukan TEKNOLOGI, Siswi sekolah dasar Wada Junior High School di Tokyo, Jepang, menggunakan konsol game genggam Nintendo DS untuk belajar matematika. Belajar dari bangsa lain yang lebih maju tidak pernah ada salahnya.Terlebih dalam bidang pendidikan yang diyakini jadi dasar utama kemajuan sebuah bangsa. Pemikiran itu menjadi titik awal seminar ”Education in Indonesia and Japang: Future Challenges and Opportunities” yang digelar di Universitas Paramadina Jakarta pada pekan silam. Seminar itu, secara garis besar mengupas pendidikan di Jepang dan pendidikan di Indonesia dan bagaimana kedua negara, terutama Indonesia, bisa belajar dari bangsa yang sempat menjadi saudara tua kita di saat perang dunia ke dua lalu. ”Kita harus akui bahwa pendidikan kita masih kalah dengan pendidikan Jepang. Universitas mereka masuk dalam jajaran universitas top dunia. Sedang kita, masih belum ada perguruan tinggi kita yang diakui sebagai universitas bergengsi internasional. Untuk wilayah Asia, pendidikan Jepang adalah yang terbaik,” kata Wijayanto, Wakil Rektor Universitas Paramadina. Wija, panggilan Wijayanto, menambahkan, agar Indonesia bisa belajar dari Jepang, yang pertama harus diketahui adalah bagaimana kondisi pendidikan secara umum di Jepang. Dengan mengetahui kondisi dunia pendidikan di Jepang, Indonesia bisa tahu di mana kekurangan yang harus segera diperbaiki.Tidak itu saja,Indonesia juga bisa tahu potensipotensi apa yang dimiliki untuk bisa dikembangkan lebih optimal. Kondisi pendidikan Jepang pada saat ini disampaikan Toru Kikkawa Ph.D,Associate Professor Department of Human Sciences Universitas Osaka, Jepang.Toru menjelaskan, pendidikan di Jepang mengadopsi sistem pendidikan Amerika Serikat.Wajar rasanya jika Jepang mengadopsi sistem pendidikan Negeri Paman Sam ini. Sebab, semua tahu, Jepang kalah di Perang Dunia II oleh Amerika Serikat dan sekutu. Hanya,Toru menuturkan, sembari membangun kondisi perekonomian, bangsa Jepang sadar bahwa untuk membangun negeri dan mengejar ketertinggalan, pendidikan adalah kunci utamanya. ”Hal ini disadari sepenuhnya oleh bangsa Jepang. Makanya, kami membangun pendidikan kami dengan sungguh-sungguh,” katanya. Bentuk kesadaran itu tampak dari bagaimana Jepang menerapkan sistem pendidikan. Jepang menganut pendidikan 6-3-3-4 (6 tahun SD,3 tahun SMP,3 tahun SMA,4 tahun pendidikan tinggi).Dan itu mereka bangun secara sungguh-sungguh selama lebih dari 60 tahun.Jepang kini menjadi salah satu negara yang pencapaian pendidikan oleh warganya masuk menjadi yang tertinggi di dunia. Semua warganya, sebanyak 97% menyelesaikan pendidikannya hingga SMA.Tidak itu saja, sekitar 50% dari warganya lulus perguruan tinggi. Jepang menjadi negara kedua setelah Kanada (51%) yang warganya lulus perguruan tinggi. Menurut Toru, selain tingginya kesadaran akan pentingnya pendidikan, ada beberapa hal lain yang membuat Jepang menjadi salah satu negara dengan standar pencapaian yang tinggi bagi warganya. Hal pertama yang disampaikan Toru adalah aksesibilitas yang mudah bagi semua warga negaranya untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat pendidikan tinggi. Jumlah universitas yang ada di Jepang sangat banyak jika dibandingkan dengan luas wilayah negerinya. Di negeri sake itu, ada 754 perguruan tinggi yang terbagi menjadi 86 universitas nasional, 75 universitas lokal publik (pemerintah daerah), dan 593 perguruan tinggi.”Jadi,banyak sekali universitas meski di daerah-daerah yang kecil,”katanya. Toru memberikan contoh perbandingan pencapaian pendidikan tinggi, antara Okinawa (sebuah pulau kecil di Jepang) dengan Tokyo yang jadi pusat. Di Okinawa, pencapaian pendidikan tinggi tercatat sebesar 33,6%, hanya selisih tidak terlalu besar dengan Tokyo yang tercatat 58,9%. Aksesibilitas yang tinggi terhadap pendidikan tinggi yang ditandai dengan penyebaran merata universitas, dituturkan Toru, ditopang oleh keberhasilan Jepang untuk memperkecil gap antara daerah-daerah pinggiran atau desa (rural) dengan daerah– daerah urban alias perkotaan. ”Jadi untuk masuk ke perguruan tinggi dan mendapatkan pendidikan yang bagus, penduduk Jepang tidak perlu pergi ke kota-kota besar.Mereka cukup masuk ke perguruan tinggi yang ada di daerah mereka saja,”papar Toru. Toru juga menambahkan, persoalan gender juga tidak muncul terlalu dominan dalam pendidikan di Jepang. Semua perempuan mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengenyam dan mendapatkan pendidikan setinggi yang mereka bisa.Perempuan yang mengenyam pendidikan tinggi alias sampai universitas mencapai 42,6%,sementara laki-laki 55,2%. ”Semua mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Tidak ada pembedaan, apakah itu orang yang tinggal di desa atau dia perempuan. Pendidikan itu jadi hal penting bagi bangsa Jepang,” ucapnya.(sindo/hp/mitrafm)

Permasalahan Pendidikan Indonesia Perlu Dipetakan Kembali

Permasalahan Pendidikan Indonesia Perlu Dipetakan Kembali

SMANSA Community Nunukan Jakarta - Di tengah benang kusut permasalahan pendidikan di Indonesia, pemetaan kembali dirasa perlu. Pemetaan tersebut dapat menjadi bekal bagi pemimpin mendatang untuk pengembangan pendidikan nasional. Demikian antara lain terungkap dalam Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Menyongsong Masa Depan, Rabu (13/10). Acara itu diadakan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional. Prof Dr HAR Tilaar berpendapat, ada delapan masalah pendidikan yang harus menjadi perhatian. Kedelapan masalah itu menyangkut kebijakan pendidikan, perkembangan anak Indonesia, guru, relevansi pendidikan, mutu pendidikan, pemerataan, manajemen pendidikan, dan pembiayaan pendidikan. Permasalahan tersebut sebetulnya sudah teridentifikasi dalam skala berbeda dalam Penelitian Nasional Pendidikan (PNP) pada tahun 1969 saat sekitar 100 pakar pendidikan dari seluruh Indonesia berkumpul di Cipayung. Namun, setelah lebih dari 30 tahun berlalu, perubahan belum banyak. Dia mencontohkan mengenai perkembangan anak sebagai salah satu titik sentral dari proses pendidikan anak. Pengetahuan tentang perkembangan anak Indonesia nihil. Hampir tidak ada penelitian pengembangan tentang anak Indonesia secara psikologi, antropologi, filsafat dan pedagogik. Demikian pula terkait dengan kebijakan. Masyarakat mempunyai persepsi negatif terhadap pendidikan di Indonesia dengan pemeo "ganti menteri ganti kebijakan" "Banyak kebijakan berganti tanpa dievaluasi sebelumnya. Dulu ada sistem cara belajar siswa aktif (CBSA), link and match, di masa reformasi muncul konsep setengah matang seperti munculnya Kurikulum Berbasis Kompetensi, manajemen berbasis sekolah, lifeskill, komite sekolah dan dewan pendidikan yang membingungkan," katanya Pengamat pendidikan Prof Dr Winarno Surakhmad mengatakan, mengurai benang kusut pendidikan perlu dimulai dari memahami falsafah pendidikan. Falsafah pendidikan itu yang nantinya menjadi dasar sehingga tidak masalah dengan pergantian kepemimpinan atau kebijakan. "Hal mendasar yang dilupakan adalah pendidikan itu memanusiakan manusia dan belajar untuk hidup. Ini yang tidak disadari oleh kebanyakan guru," kata Winarno. (ine)

Anggaran Pendidikan Nunukan 20,01 Persen

Anggaran Pendidikan Nunukan 20,01 Persen
SD, SMP, SMA Negeri Sederajat Diharuskan Bebas Biaya

SMANSA Community Nunukan- Di tahun anggaran 2009 ini, Pemkab Nunukan telah mengalokasikan dana sebesar 20 persen dari APBD Nunukan, atau sekitar Rp 222,6 miliar lebih, dari APBD Nunukan yang besarnya mencapai Rp 1,113 triliun. Dengan bertambahnya anggaran ini, diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan di Nunukan.

Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Nunukan H Walidjo mengungkapkan, anggaran ini diarahkan ke beberapa bagian. Diantaranya bantuan dana untuk semua jenjang pendidikan, dari TK hingga SMA sederajat negeri dan swasta. “Untuk tingkat SD sampai SMA sederajat negeri diharuskan bebas biaya mulai tahun ini. Jadi sekolah negeri dilarang memungut biaya apapun dari siswanya,” jelasnya.

Kecuali untuk sekolah swasta yang juga mendapatkan bantuan dari APBD Nunukan, memiliki otonomi sendiri untuk mengurus bantuan tersebut. Anggaran untuk bantuan sekolah swasta, dikatakan sekitar Rp 14-15 miliar.

Anggaran 20 persen lebih ini juga dialokasikan untuk peningkatan kualifikasi dan kompetensi tenaga pendidik di Nunukan. “Yang belum kualifikasi ada sekitar 600 guru dengan pendidikan SLTA dan D2, tapi angka pastinya masih didata ulang. Karena sudah termaktub dalam UU 14/2005, pendidikan guru minimal S1,” terangnya.

Selain itu, kesejahteraan guru juga ditingkatkan. Terutama rehab rumah guru SD dan SMP di semua kecamatan di kabupaten ini. “Kan ada rumah guru yang dibangun sejak tahun 80-an. Nanti kita rehab lagi hingga kondisi rumah tersebut layak huni,” tambahnya.

Anggaran terbesar di tahun ini, dialokasikan untuk perbaikan Unit Sekolah Baru (USB) yakni SMK Sebatik dan SMK Sebuku yang menelan anggaran Rp 2 miliar lebih. Kemudian pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) sesuai kebutuhan sekolah di semua kecamatan dengan dana sebesar Rp 2-3 miliar lebih dan rehab sekolah di semua kecamatan.

Tidak hanya itu, anggaran tersebut juga diplot untuk pengadaan pakaian seragam sekolah untuk tingkat SD Negeri sebesar Rp 2,7 miliar, pengadaan alat praktek dan peraga, serta indeks Al-Quran dan terjemahannya. Lalu mebelair sekolah dan pengadaan kendaraan roda dua untuk pengawas sekolah.

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Untuk SD dan SMP juga termasuk dalam anggaran 20 persen lebih ini, yakni sebesar Rp 8,1 miliar. Sedangkan Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOM) untuk tingkat SLTA sederajat sebesar Rp 4,2 miliar. “Untuk TK ada BOS untuk dua sekolah tahun ini dan Rp 400 juta lebih bantuan untuk PAUD,” jelasnya.

Sementara untuk lulusan SMA yang disekolahkan ke jenjang pendidikan S1 tahun ini diakui belum ada. “Kita hanya meneruskan beasiswa mahasiswa Nunukan yang saat ini sekolah di Universitas Negeri Malang, jurusan Bahasa Inggris dan matematika,” katanya.

Mahasiswa yang dikuliahkan sejak 2008 ini berjumlah 42 orang dan mulai dari biaya pendidikan sampai biaya hidup di Malang dibiayai Pemkab Nunukan. Sebelum diberangkatkan ke Malang, dilakukan seleksi sekolah dan mengikuti seleksi universitas tersebut. “Ini bukan ikatan dinas, tapi hanya beasiswa selama 4 tahun mereka kuliah. Jika ada salah satu mahasiswa yang drop out (DO) karena kelalaian sendiri, sanksinya mereka harus mengembalikan beasiswa selama kuliah disana,“ tegasnya, sembari mengatakan hal tersebut ada dalam surat perjanjian.(dew)

DPRD Kritisi Lagi Pendidikan

DPRD Kritisi Lagi Pendidikan
Fungsi kontrol DPRD Nunukan semakin terasa meningkat. Setelah mengkritik eksekutif yang membangun jalan membelah hutan lindung, wakil rakyat juga memprotes sistim penempatan tenaga pengajar di sana.

BOLEH dibilang, DPRD periode 2004-2009 sudah jauh beda dengan yang sebelumnya. Kalau dulu dominasi eksekutif sangat kuat, sehingga anggota dewan cuma ’ikut’, sekarang tidak begitu lagi. Adalah Muslimin dari PPP yang memprotes masalah penempatan tenaga pengajar sekolah di berbagai jenjang pendidikan di daerah itu. Ia mensinyalir pejabat Nunukan telah melakukan ‘penekanan’ terhadap Kadis Pendidikan Nunukan, untuk menempatkan guru di sejumlah sekolah. Muslimin mengaku mendapat data adanya penempatan guru satu sekolah ditemukan guru yang mengajar bidang studi yang sama hingga lima orang. “Kondisi ini tergambar di kecamatan Nunukan dan Kecamatan Sebatik,” kata Muslimin.

Lantaran kondisi tersebut, Muslimin lantas mempertanyakan manejemen Dinas Pendidikan Nunukan. Asumsinya, seharusnya jika terjadi penumpukan guru dalam satu bidang studi yang sama, Dinas Pendidikan seharusnya mengambil sikap tegas untuk memindahkan guru-guru yang ‘menumpuk’ itu ke daerah yang kekurangan dan lebih membutuhkan guru, tanpa melihat adanya hubungan latarbelakang hubungan emosional guru dengan pejabat pemerintah daerah.

Anggota DPRD dua periode ini mengungkap, penumpukan guru yang sama dalam satu manajemen sekolah lantaran diduga Kadis menerima surat ‘sakti’ sejenis memo dari pejabat Pemkab Nunukan. “Yang saya tahu selama ini pejabat Kadis Nunukan sangat takut dengan memo pejabat,” ujar Muslimin.

Fenomena itu, menurut politisi PPP Nunukan ini akan berpengaruh besar terhadap lemahnya produk hasil dan kualitas pendidikan di daerah itu. Alasannya, dengan adanya intervensi pejabat kepada Kadis Pendidikan dalam penempatan guru yang berbau ‘kolusi’ itu, sistim pendidikan akan lambat berkembang sebab SDM tenaga pengajar tidak menyebar merata ke daerah-daerah yang lebih membutuhkan.

. “Pernah terdapat salah seorang guru yang mau mengajar di tempat saya. Tapi bidang studi yang diajarnya sudah ditempati lebih dari satu guru. Sehingga tidak mungkin saya biarkan mereka menumpuk di sekolah yang sama. Saya tidak mau membuat teman yang lain menderita hanya karena memo pejabat itu,” jelas seorang kepala sekolah yang enggan namanya dikorankan.

Paska penolakan penambahan guru tersebut, hanya berselang beberapa hari justru sang guru tersebut datang kembali sambil menenteng memo sakti dari pejabat Nunukan. “Namun saya konsisten tetap menolak memo tersebut. karena saya tak ingin terjadi penumpukan guru bidang studi yang sama di sekolah saya, sebab pasti proses belajar mengajar tidak akan berjalan efesien dan efektif,” papar sang Kepsek tersebut.

Kadisdik Nunukan, Armin Mustafa, kepada wartawan, secara tegas membantah kabar tersebut. Dengan alasan, pihaknya selama ini tak pernah menerima memo dari pejabat manapun untuk mengintervensi penempatan guru dan kepala sekolah pada sekolah tertentu.

Sebaliknya kepala Diknas Nunukan itu menjelaskan bahwa penempatan guru dan kepala sekolah diberbagai jenjang pendidikan berdasarkan kemampuan dan kebutuhan bidang studi yang diperlukan. “Kami melakukan penempatan sesuai dengan kemampuan yang bersangkutan. Ini sudah dilakukan secara profesional, tanpa ada intervensi dari pihak manapun, termasuk oleh pejabat Nunukan,” bantah Armin. *m sakir/hms/adv

- SMANSA Community Nunukan - Media Komunikasi Informasi Alumni dan Pelajar SMA Negeri 1 Nunukan Kalimantan Timur